BENGKALIS - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bengkalis, Riau, mengklaim konflik nelayan jaring batu dengan nelayan tradisional jaring rawai di perairan Selat Melaka, Kecamatan Bantan, Bengkalis telah lama selesai.
"Penilaian itu berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi sekarang ini, karena tidak ada sama sekali konflik antara kedua belah pihak," kata Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Bengkalis, Misri Hasyim, Selasa (11/3).
Menurutnya, beberapa waktu lalu ada kelompok nelayan jaring rawai mendatangi DKP Bengkalis mengadukan perihal adanya dugaan pelanggaran zona tangkap oleh nelayan jaring batu di perairan Selat Melaka.
"Selain nelayan jaring rawai, kelompok nelayan jaring batu juga mendatangi kita membantah laporan yang disampaikan oleh nelayan jaring rawai soal adanya pelanggaran zona tangkap dibawah 12 mil dari lepas pantai.
Tapi setelah kami telusuri dan dalami laporan kedua belah pihak maupun realita dilapangan, kami menilai sejauh ini tidak ada masalah lagi antara kedua kelompok nelayan tersebut," kata Misri.
Pria akrab disapa "Yung Misri ini juga mengatakan, nelayan jaring batu dan rawai mayoritas sama-sama berasal dari Kecamatan Bantan, bahkan ada yang satu desa.
DKP dalam menyikapi masalah tersebut menurut dia lebih mengedepankan objektifitas bukan atas dasar keberpihakan terhadap salah satu kelompok nelayan.
Ia mengakui, persoalan antara kedua kelompok nelayan itu sudah selesai pada tahun 2009 lalu berdasarkan hasil kajian dari Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
Dikatakan tim peneliti, ekosistem laut di Selat Melaka tidak akan mengalami kerusakan akibat aktivitas penangkapan ikan menggunakan jaring batu atau trawl, karena Selat melaka adalah wilayah endapan lumpur, tidak ada terumbu karang.
“Namun semua pihak terutama nelayan jaring batu tetap kita minta supaya tidak menangkap ikan di zona larangan 12 mil kebawah, karena tentunya akan memicu persoalan kembali. Sebab konflik antara kedua belah pihak sudah berlangsung sejak tahun 1983 lalu dan telah menelan korban jiwa serta kerugian harta benda,” katanya.
DKP terus melakukan pembinaan terhadap nelayan tradisional jaring rawai berupa peningkatan ukuran alat tangkap dari space 3 inci menjadi 4,5 inci, untuk memudahkan nelayan tradisional rawai dalam meningkatkan hasil tangkapannya di laut.
Bantuan alat tangkap itu kata dia, diberikan setiap tahunnya melalui kelompok nelayan di desa masing-masing.
“Untuk Kecamatan Bantan, kami sudah memberikan bantuan kepada mayoritas nelayan tradisional berupa alat tangkap, kapal tangkap ikan dan lainnya. Melalui. bantuan tersebut semua nelayan tradisional mampu mendapatkan hasil tangkapan maksimal, karena areal tangkap mereka berada di Selat Melaka,” katanya. (MC Riau/din)