PEKANBARU - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersiap untuk melaksanakan rekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
TMC terbukti berhasil menjadi salah satu upaya paling efektif mencegah karhutla di tahun 2020, karena hasilnya dapat membasahi gambut, mengisi kanal, serta embung untuk membantu tim pemadam darat.
KLHK telah berkoordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), dan Kementerian Pertanian untuk mengantisipasi jelang musim panas di beberapa wilayah rawan karhutla serta potensi untuk dilakukannya rekayasa hujan bagi daerah-daerah yang akan mengalami bulan kering, atau curah hujan rendah dalam waktu dekat, seperti Riau dan Kalimantan Barat.
“Pelaksanaan TMC di Provinsi Riau rencananya akan dimulai pada 9 Maret 2021 sedangkan di Provinsi Kalimantan Barat akan dilaksanakan mulai 11 Maret 2021," ungkap Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, R. Basar Manullang di Jakarta, Minggu (7/3/2021).
Menurut Basar, dalam rangka kesiapsiagaan dan mendukung pengerahan sumber daya, kedua pemerintah provinsi ini telah menetapkan status siaga darurat bencana karhutla, sehingga BNPB siap memberikan dukungan termasuk dalam upaya TMC.
“Pesawat yang akan digunakan dalam penyemaian awan operasi TMC ini adalah Pesawat Casa 212-200 dan Pesawat CN-295 dukungan dari TNI AU. Posko operasi TMC akan berada di Lanud Roesmin Nurjadin Pekanbaru dan Lanud Soepadio Pontianak. Saat ini tim teknis sedang menyelesaikan proses pengangkutan bahan semai ke posko-posko operasi tersebut”, tambahnya.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa La Nina masih bertahan pada intensitas sedang atau moderate, sedangkan Indian Ocean Dipole (IOD) berada dalam fase netral. La nina masih akan bertahan pada level moderate dan berangsur menuju netral, pada semester I 2021, sedangkan IOD akan berada pada kisaran Netral. Pada bulan Maret – April 2021 sebagian besar wilayah Indonesia diprakirakan masih berpotensi mendapatkan curah hujan menengah – tinggi (200 – 500 mm/bulan), sedangkan sebagian besar Papua dan sebagian Sulawesi berpotensi mendapatkan curah hujan kategori Tinggi - Sangat Tinggi (> 500 mm/bulan). Secara umum, bulan Mei 2021 diprakirakan fase transisi dari musim hujan ke musim kemarau.
“Dalam analisis bersama, diperkirakan bahwa pada bulan Mei merupakan transisi musim hujan ke kemarau. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah untuk mengantisipasi tingkat kekeringan gambut yang mudah terbakar pada wilayah-wilayah tertentu. Mempertimbangkan kondisi tersebut, perlu untuk dilakukan TMC melalui rekayasa hujan pada awal bulan Maret”, ungkap Basar.
TMC dilakukan pada waktu tersebut karena pada bulan Maret masih terdapat awan potensial yang dapat disemai menjadi hujan. Ini sekaligus juga sebagai upaya mengurangi potensi terjadinya karhutla di beberapa daerah yang dalam beberapa waktu ini mengalami kejadian karhutla. Terlebih masih di masa pandemi COVID-19 dan menjelang bulan Ramadhan untuk menjamin agar masyarakat tidak mendapatkan dampak yang menyulitkan akibat dari karhutla dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Presiden RI telah memberikan arahan untuk pengendalian karhutla tahun 2021 diantaranya untuk selalu melakukan pengecekan secara konsisten tinggi muka air gambut, kanal, dan embung dalam mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Keberadaaan teknologi yang memungkinkan kemampuan membaca tanda-tanda alam harus betul-betul dioptimalkan. KLHK bersama BMKG, BPPT, BNPB, TNI AU, pemerintah daerah serta dukungan pakar iklim dari akademisi terus mengembangkan penerapan teknologi yang mendukung upaya pencegahan karhutla ini.
“TMC terus didorong menjadi salah satu upaya permanen dalam pengendalian karhutla. TMC dilakukan dengan meniru proses yang terjadi di dalam awan melalui aktivitas penyemaian awan (cloud seeding). Sejumlah partikel higroskopik yang dibawa dengan pesawat sengaja diinjeksikan langsung ke dalam awan agar proses pengumpulan butiran tetes air di dalam awan segera dimulai. Dengan kata lain, penyemaian awan bertujuan untuk mempercepat proses tumbukan dan penggabungan butir air di dalam awan sehingga terjadi hujan”, pungkas Basar. (MC Riau/RAT)