JAKARTA - Staf Ahli Menteri Keuangan RI Made Arya Wijaya menyampaikan bahwa saat ini pandemi COVID-19 sudah mulai terkendali. Akan tetapi sebutnya, tantangan ke depan kembali muncul dan resiko bergeser dari pandemi ke gejolak ekonomi global.
Made mengungkapkan, seperti yang diketahui bersama, konflik Rusia Ukraina pada awal tahun 2022 telah mendorong kenaikan harga komoditas global, terutama energi dan pangan.
Hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan laju inflasi global, bahkan beberapa negara mencatatkan rekor inflasi tertingginya dalam beberapa dekade terakhir. Seperti Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Italia.
"Untuk menahan lonjakan inflasi global tersebut, bank-bank sentral negara-negara maju merespons dengan menaikkan suku bunga acuannya secara agresif," ujarnya, dalam dialog pakar dengan tema peran APBN dalam rangka pemulihan ekonomi dan antisipasi resesi 2023, di Jakarta, Senin (12/12/22).
Staf Ahli Menteri Keuangan menerangkan, sejak Maret 2022 The FED telah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 375 basis poin hingga November 2022.
Made menerangkan, kenaikan suku bunga tersebut menyebabkan meningkatnya volatilitas pasar keuangan global, terjadinya capital outflow pada negara emerging market, termasuk Indonesia.
"Yang terdampak terhadap terjadinya pelemahan nilai tukar dan melonjaknya biaya utang," ujarnya.
Made menyebutkan, kenaikan biaya hutang berpotensi menyebabkan terjadinya krisis utang global. Sebutnya, banyak negara memiliki rasio utang sangat tinggi akibat pemberian stimulus fiskal yang dilakukan banyak negara selama pandemi COVID-19.
Ia menjelaskan, tingginya laju inflasi global pada akhirnya akan mendorong turunnya tingkat permintaan.
"Hal ini jelas merupakan kombinasi yang sangat berbahaya, sehingga perlu melakukan kombinasi kebijakan dengan hati-hati," ucapnya.
(Mediacenter Riau/ip)