PEKANBARU - Wakil Gubernur Riau (Wagubri), Brigjen TNI (purn) Edy Natar Nasution menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pajak daerah dan retribusi daerah (Ranperda PDRD). Kegiatan digelar dalam forum rapat paripurna bersama Dewan Perwakilan Rakayat Daerah (DPRD) Provinsi Riau.
Pertemuan ini dipimpinan secara langsung oleh Wakil Ketua I DPRD Riau, Syafaruddin Poti. Agenda tersebut dilaksanakan di ruang rapat paripurna gedung DPRD Riau, Pekanbaru, Senin (21/09/2023).
Dikatakan Wagubri Edy Natar, penyusunan Ranperda PDRD merupakan amanat Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Untuk seluruh jenis Pajak dan Retribusi ditetapkan dalam 1 (satu) Perda dan menjadi dasar pemungutan pajak dan retribusi di daerah.
“Selanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang ketentuan umum pajak daerah dan retribusi daerah, telah tertuang pokok-pokok kebijakan dan ketentuan yang lebih rinci terkait Pajak Dareah dan Retribusi Daerah,” katanya.
Dijelaskan, adapun pokok-pokok kebijakan pajak dan tetribusi tersebut yaitu restrukturisasi jenis pajak, rasionalisasi jenis antara lain retribusi, serta pengenaan Opsen. Dirinya menambahkan kebijakan pengenaan Opsen ditujukan untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan opsen Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Pengenaan Opsen dilakukan dengan catatan tidak menambah beban maksimum yang dapat ditanggung Wajib Pajak pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” jelasnya.
Wagubri Edy Natar menerangkan, ranperda PDRD ini juga mencakup pengaturan jenis pajak dan retribusi, subjek pajak dan wajib pajak, subjek retribusi dan wajib retribusi, objek pajak dan retribusi, dasar pengenaan pajak, tingkat penggunaan jasa retribusi, saat terutang pajak, wilayah pemungutan pajak, serta tarif pajak dan retribusi. Disamping itu juga mengatur tata cara pemungutan, penagihan pajak dan retribusi, pelaksanaan bagi hasil Pajak dan penerimaan yang diarahkan penggunaannya, serta insentif dan kemudahan perpajakan daerah bagi wajib pajak dan pelaku usaha di Provinsi Riau.
“Untuk meningkatkan akuntabilitas, kesesuaian karakteristik pungutan, dan kepastian hukum, Ranperda PDRD ini juga mengatur bahwa penerimaan atas pelayanan objek retribusi sesuai Undang-Undang yang dipungut dan dikelola oleh Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUDdicatat sebagai retribusi,” terangnya.
Meskipun demikian, penggunaan penerimaan yang dipungut dan dikelola oleh BLUD dapat langsung digunakan untuk mendanai penyelenggraan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Selain itu, Ranperda ini juga mengatur bahwa sejumlah pungutan atas pemanfaatan barang milikdaerah menjadi bagian dari Retribusi jasa usaha atas pemanfaatan aset daerah.
“Dengan berubahnya regulasi baik ditingkat pusat maupun daerah, akan berdampak langsung pada kondisi fiskal daerah. Hal ini perlu diantisipasi dan menjadi perhatian khusus agar kita mampu menyikapi dan bertindak serta memitigasi resiko dalam menghadapi kemungkinan terjadinya financial crisis management,” terangnya.
Untuk itu, diperlukan upaya yang extra ordinary terkait manajemen pendapatan daerah atau financial resource management dan belanja yang berkualitas( Spending Quality) sehingga mampu menciptakan kemandirian fiskal daerah.
Upaya-upaya tersebut, antara lain melakukan sinergi yang lebih kolaboratif dengan stakeholders terutama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangk optimalisasi pendapatan daerah.
“Dengan adanya opsen PKB dan BBNKB, kita akan dorong Pemerintah Kab/Kota untuk berpartisipasi yang lebih kontributif terhadap pemungutan PKB dan BBNKB. Kemudian, mempercepat pelaksanaan digitalisasi melalui Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD) pada seluruh pelayanan publik di Provinsi Riau. Lalu memperluas basis penerimaan daerah dan menciptakan creatif finance dalam pembiayaan daerah,” ujarnya.
Namun demikian, pengaturan ini juga harus memperhatikan perundang-undangan serta selaraskan dengan kebijakan fiskal nasional yang tidak menghambatkan investasi. Sehingga nanti, akan meninumbulkan harmonisasi dan menjaga kondusifitas ekonomi masyarakat yang wujudnya menciptakan kesejahteraan masyarakat.
“Sebagai bahan pertimbangan perlu kami sampaikan, bahwa batas waktu yang di tetapkan paling lambat dua tahun semenjak di terbitkannya undang-undang tersebut. Sehingga batas waktunya adalah pada tanggal 5 Januari 2024 jika melewati batas waktu tersebut maka pemerintah daerah tidak dapat menyalur pajak daerah dan retribusi daerah," pungkasnya.
(bib)
(Mediacenter Riau/bib)