PEKANBARU - Kematian gajah patroli bernama Rahman pada 10 Januari 2024 lalu menjadi perhatian publik tidak hanya di Riau tetapi di seluruh Indonesia dan jagat maya. Berangkat dari keprihatinan ini, Komunitas For Gajah Rahman yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat menggalang dukungan agar kasus pembunuhan gajah ini diusut tuntas.
Gajah Rahman mati diracun dan gading sebelah kiri dipotong ketika ia dalam keadaan sekarat. Kematian gajah Rahman kini tengah ditangani Ditreskrimsus Polda Riau.
Fitriani Dwi Kurniasari, nara hubung dari For Gajah Rahman dalam keterangan pers mengungkapkan, petisi yang dimuat pada Change.Org telah mendapatkan lebih dari 3.600 tanda tangan. Petisi itu ditujukan kepada Kepolisian Daerah Riau untuk mengungkap tuntas kasus ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan perlindungan nyata gajah Sumatera baik di wilayah pengelolaan (eksitu) dan habitatnya.
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 menjaminkan hak bagi masyarakat Indonesia untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Untuk itu Komunitas For Gajah Rahman berharap publik terus mendukung penegak hukum dan pengambil kebijakan terkait konservasi gajah untuk menuntaskan kasus ini dan melakukan perbaikan perlindungan gajah Sumatera dan satwa lainnya.
"Gajah Sumatera adalah salah satu satwa kunci yang statusnya menuju kepunahan, padahal ia berperan penting dalam keseimbangan ekosistem kita. Mari kita tunjukkan peran kita untuk menjaga mereka, meski sekecil apapun sangat berarti," kata Fitriani Dwi Kurniasari, Selasa (31/1).
Ia menambahkan, kasus gajah latih atau gajah patroli mati diracun seperti ini bukan yang pertama, di Riau sendiri. Namun, sebelumnya pernah terjadi di Pusat Latihan Gajah Minas pada Mei 2009, dua ekor gajah mati dan dua pasang gadingnya diambil meskipun tidak sempat dibawa kabur pelaku.
"Kejadian serupa pernah terjadi juga di Aceh dan Lampung. Ini bahkan belum termasuk kasus-kasus gajah liar lainnya yang pelakunya tidak terungkap,” katanya.
Majelis Ulama Indonesia pada tahun 2014 mengeluarkan Fatwa nomor 4 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem. Keprihatinan juga datang dari Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam - Majelis Ulama Indonesia atau LPLH & SDA MUI Riau terhadap kondisi satwa dilindungi.
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam- MUI (Majelis Ulama Indonesia) Riau, KH. Abdurrahman Qoharuddin yang turut serta dalam proses pembuatan fatwa tersebut punya kedekatan sendiri dengan gajah Rahman.
Abdurrahman menyatakan rasa sedihnya mendengar gajah Rahman mati. Gajah ini sangat bekesan baginya sewaktu bertemu langsung dengannya bersama Tim dari MUI Pusat ke Tesso Nilo tahun 2013 untuk menggali dan memahami permasalahan konflik gajah dan perburuan satwa.
"Gajah Rahman mengagumkan dan namanya sama pula dengan nama saya yang bermakna baik dan memang baik sudah banyak membantu manusia," terangnya.
KH. Abdurrahman yang juga merupakan Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Riau menambahkan, bahwa Allah SWT memerintahkan umatNYA untuk berbuat baik dan melarang perbuatan buruk di muka bumi. Oleh karena itu manusia tidak perlu lagi menunggu-nunggu untuk mendukung penyelamatan lingkungan.
Tiga minggu sudah kematian Rahman, proses penyelidikan terus berlanjut. Penegak hukum atas kejahatan satwa dilindungi diharapkan dapat menjerat pelakunya dengan hukuman maksimal agar menimbulkan efek jera dan menjadi pembelajaran kepada masyarakat bahwa kejahatan ini tidak dapat ditoleransi.
"Sebatang gading hanya dihargai beberapa puluh juta di pasar ilegal tetapi kerugian negara dan lingkungan yang diakibatkan matinya gajah jauh lebih besar. Gajah diciptakan untuk penyeimbang dalam ekosistem, jika populasi dan habitatnya terganggu maka kehidupan manusia terganggu. Dampaknya telah sangat terasa, banjir yang sering melanda akhir-akhir ini salah satu dari akibat hilangnya hutan dan keanekaragaman hayati di dalamnya," ucapnya. (MC Riau/mtr)
(Mediacenter Riau/mtr)