PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan rapat koordinasi (Rakor) dan tinjauan lapangan aksi Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) di Provinsi Riau, Kamis (6/6/2024) di ruang kenanga kantor Gubernur Riau. Rakor ini membahas pelaksanaan aksi kebijakan satu peta.
Rapat tersebut dihadiri Penjabat (Pj) Gubernur Riau (Gubri) SF Hariyanto dan diikuti kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Riau terkait.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus koordinator pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan katakan, terdapat 1,9 juta hektar atau 21,4 persen dari luas wilayah perkebunan di Provinsi Riau yang teridentifikasi tumpang tindih berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI).
Beberapa perusahaan, sebutnya, telah membayar sanksi administratif berdasarkan aturan pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja. Terdapat sekitar 94 perusahaan pelanggar pasal 110A, yang berpotensi menyumbangkan PNBP sebesar lebih 150 miliar.
"Sementara untuk pelanggar 110B, tercatat sebanyak 23 perusahaan dengan potensi PNBP hampir 800 miliar rupiah," jelasnya.
Lebih lanjut disampaikan, untuk aktivitas pertambangan di dalam Kawasan hutan Riau, berdasarkan IUP dan PPKH terdapat lebih dari 500 hektar aktivitas tambang yang diduga dilakukan 5 perusahaan yang melanggar pasal 110B.
"Saat ini di Provinsi Riau memiliki hampir 27 ribu hektar aktivitas tambang ilegal di areal penggunaan lahan yang lain yang belum diketahui nama perusahaannya, sehingga belum jelas pengenaan sanksinya," ujarnya.
Provinsi Riau, kata dia, merupakan satu dari 5 provinsi piloting Stranas PK. Selain Riau, terdapat provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Kalimantan Timur yang juga merupakan pelaksana aksi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta, yang didorong Stranas.
"Diharapkan dengan kegiatan koordinasi ini potensi penerimaan PNBP atas sanksi terhadap Perusahaan di Provinsi Riau yang melanggar dapat semakin optimal," tutupnya.
(Mediacenter Riau/Alw)