Pekanbaru - Pemerintah Provinsi Riau terus berupaya mengurangi kasus prevalensi tengkes di wilayah setempat. Melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP2KBP3A), Pemprov Riau gencar melakukan sosialisasi pencegahan.
Kali ini, sosialisasi melibatkan kalangan akademisi dan mahasiswa. Kegiatan tersebut, bekerja sama dengan Prodi Kesehatan Masyarakat Universitas Hangtuah, Pekanbaru, pada Rabu (25/9).
Sosialiasi tersebut, menjadi momen penting bagi mahasiswa agar memahami pencegahan tengkes atau stunting. Sehingga, diharapkan mampu menyosialisasikan kepada masyarakat luas.
Sosialisasi ini juga sebagai wujud koordinasi dan kerja sama pemerintah bersama sejumlah universitas di Riau. Khususnya, dalam upaya peningkatan keterampilan mahasiswa terkait pencegahan tengkes.
Pada tahun 2023 lalu, Provinsi Riau berhasil menurunkan prevalensi tengkes. Menempatkan posisi Riau pada tiga besar provinsi dengan prevalensi tengkes terendah di Indonesia sepanjang tahun 2023. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan, angka prevalensi tengkes di Provinsi Riau di tahun 2023 yakni, 13,6 persen.
Angka tersebut terendah di Indonesia, dengan rincian yaitu, Bali 7,2 persen, Jambi 13,5 persen, dan Riau 13,6 persen. Pencapaian tersebut, di atas target yang sebelumnya ditetapkan pemerintah, yakni 14 persen. Jauh dari rata-rata target nasional yaitu, 21,4 persen.
Wakil Rektor III Universitas Hangtuah Ahmad Satria Effendi mengatakan, bahwa pada saat ini tengkes merupakan isu masalah kesehatan nasional. Menurutnya, pencegahan tengkes bisa dilakukan dengan menerapkan 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
"Mulai dari kandungan hingga umur 2 tahun, dengan memperhatikan permasalahan gizi, pertumbuhan kognitif maupun pertumbuhan otak anak, sehingga bisa menghasilkan anak yang tidak stunting," ucapnya di Universitas Hangtuah, Pekanbaru, Rabu (25/9).
Dikatakan dia, tengkes bisa menjadi permasalahan, di antaranya pada kekerdilan, ekonomi, dan juga pada kecerdasan anak.
"Jika tidak diperhatikan dengan maksimal, tentu akan merusak generasi bangsa yang pada akhirnya berdampak pada negara itu sendiri. Oleh karena itu, perlu perhatian bersama dalam pencegahan tengkes sejak dini," ujarnya.
Ahmad Satria berterima kasih atas dukungan dari Pemprov Riau termasuk DP3AP2KB sehingga kegiatan sosialisasi pencegahan tengkes pada remaja dapat terlaksana di Universitas Hangtuah Pekanbaru.
"Bagi kami ini adalah wadah untuk mahasiwa belajar lebih laik lagi untuk mengenal akan pengetahuan stunting lebih dalam lagi bagi remaja dimasyarakat kita," sebut Ahmad.
Gejala Stunting pada Anak
Menyitir laman kemenkes.go.id, berikut ini adalah beberapa gejala stunting pada anak yang harus diwaspadai oleh para orangtua, diantaranya adalah:
1. Pertumbuhan tulang pada anak yang tertunda
2. Berat badan rendah apabila dibandingkan dengan anak seusianya
3. Sang anak berbadan lebih pendek dari anak seusianya
4. Proporsi tubuh yang cenderung normal tapi tampak lebih muda/kecil untuk seusianya.
Mencegah Stunting pada Anak
Selain pemenuhan protein hewani, terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi stunting pada anak, dianataranya adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ASI eksklusif pada bayi hingga berusia 6 bulan
2. Memantau perkembangan anak dan membawa ke posyandu secara berkala
3. Mengkonsumsi secara rutin Tablet tambah Darah (TTD)
4. Memberikan MPASI yang begizi dan kaya protein hewani untuk bayi yang berusia diatas 6 bulan
Dengan melakukan berbagai cara mencegah stunting pada anak diatas, diharapkan mampu meminimalisir potensi stunting pada anak-anak di Indonesia.Tetap terapkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta bersegera untuk melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat apabila mengalami gejala penyakit, agar bisa segera mendapatkan penanganan sedini mungkin dari para petugas kesehatan.
(Mediacenter Riau/nb)