JAKARTA - Gubernur Riau (Gubri) Abdul Wahid bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (5/6/25). Pertemuan digelar di Gedung Juanda Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Kedatangan orang nomor satu di Riau ini untuk membahas kondisi fiskal daerah dan sejumlah kendala anggaran yang tengah dihadapi. Kemudian selain itu isu utama yang disampaikan adalah persoalan tunda bayar tahun 2023.
"Dalam pertemuan tadi, kita sudah sampaikan kondisi keuangan daerah dan ruang-ruang fiskal yang terbatas. Termasuk soal tunda bayar tahun 2023 yang nilainya Rp274 miliar. Alhamdulillah, Ibu Menteri merespons positif dan menjanjikan akan segera mencarikan solusi melalui rapat internal," ujar Gubernur Abdul Wahid usai pertemuan, Rabu (5/6/25).
Menurut Wahid, salah satu penyebab terjadinya tunda bayar adalah penurunan produksi migas di Riau yang cukup signifikan.
“Produksi kita yang biasanya 400 ribu barel per hari, sekarang tinggal 140 sampai 160 ribu. Harga ICP juga dalam APBN ditetapkan 80 dolar AS per barel, namun realisasinya hanya 60–65 dolar,” papar Gubri.
Pada kesempatan ini, Wahid juga mengusulkan kepada pemerintah pusat agar alokasi dana bagi hasil (DBH) maupun pajak disesuaikan dengan volume produksi aktual daerah, terutama dari sektor unggulan seperti migas dan kelapa sawit.
“PDRB kita menyumbang Rp1,12 triliun, tapi tidak sebanding dengan penerimaan pajak yang kita terima. Maka itu kita mengusulkan sistem take on product, di mana pajak dan DBH dihitung berdasarkan hasil produksi aktual,” ujarnya.
Ia juga menyoroti tekanan fiskal di sektor kelapa sawit yang mulai menunjukkan tren penurunan, dan meminta perhatian khusus dari pemerintah pusat untuk mencegah dampak lebih lanjut terhadap pendapatan daerah.
Adapun kondisi terkait dana transfer daerah ke pusat yaitu;
• Terdapat perubahan porsi DBH sesuai dengan Undang Undang 1 Tahun 2022 dimana DBH Migas: semula 3,1% menjadi 2% (realisasi tahun 2024 Rp. 292M, turun dibanding tahun 2023 = Rp. 502M
• PPH Pasal 21 dan 25: semula 8% menjadi 7,5% (Realisasi Tahun 2024-Rp. 182M, turun dibanding tahun 2023-Rp. 213M)
2. DBH Kehutanan Harga patokan hasil sejak Tahun 2017 sampai Tahun 2025 tidak ada perubahan (Realisasi Tahun 2024-Rp. 20M, turun dibanding Tahun 2023-Rp.36M)
3. DBH Sawit Perhitungan hanya dari pungutan Ekspore dan Bea Keluar, tidak memperhitungkan produksi sawit dan CPO berdasarkan PMK 91 Tahun 2023, serta kondisi Alokasi DBH Sawit Provinsi Riau terur menurun dari tahun ketahun (alokasi tahun 2025 Rp. 32M, turun dibanding tahun 2024 Rp. 73M)
4. Masih terdapat sisa kurang bayar DBH sebesar Rp. 284 Miliyar dari PMK Nomor 89 Tahun 2024 tentang Penetapan Kurang Bayar dan Lebih Bayar Dana Bagi Hasil tahun 2023 sebesar Rp. 372 Miliyar dan hanya disalurkan sebesar Rp. 87 Miliyar di Tahun 2024
5. Mekanisme TDF dalam penyaluran DBH berdampak pada terkendalanya manajemen keuangan daerah (perlunya proses pengajuan dalam Mekanisme TDF).
(Mediacenter Riau/mtr)